KEIMANAN ORANG TUA RASULULLAH SAW (BAGIAN 1)
Firman ALLAH SWT :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
(ini jawaban paling aman).
Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah :
"Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku?"
Rasulullah menjawab : "Dia di neraka."
Maka ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata :
"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka."
Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh :
“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”
Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW, "Dimana ayahku?"
Rasulullah SAW menjawab :
"Dia di neraka."
Si A’robi pun bertanya kembali :
"Dimana AyahMu?"
Rasulullah pun menawab :
"Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka."
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :
لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ
"Demi ALLAH, bagaimana keadaan orang tuaku?"
Kemudian turun ayat yang berbunyi :
{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka."
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
"Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)."
(Q.S. Albaqarah : 40)
Sampai ayat 129 :
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman ALLAH SWT :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul).
Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :
Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ . وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sebagian ulama’ mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.
Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuh dan juga pamannya.
Hadits Nabi SAW :
قال رسول الله : (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))
"Aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula."
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an.
ALLAH SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis."
Nama ayah Nabi adalah Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada ALLAH bukan penyembah berhala.
Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab "Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.
Salah satu syubhat yang ditujukan kepada kaum Ahlussunnah adalah tentang apakah kedua orang tua Rasulallah muslim. Menurut mereka, tidak ada dasar hadits yang dapat dipertanggung jawabkan, termasuk salah satunya adalah hadits :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: حَجَّ بِنَا رَسُوْلُ اللهِ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَمَرَّ بِي عَلَى عَقَبَةِ الْحَجُوْنِ وَهُوَ بَاكٍ حَزِيْنٌ مُغْتَمٌّ فَنَزَلَ فَمَكَثَ عَنِّي طَوِيْلاً ثُمَّ عَادَ إِلَيَّ وَهُوَ فَرِحٌ فَتَبَسَّمَ فَقُلْتُ لَهُ فَقَالَ: ذَهَبْتُ إِلَى قَبْرِ أُمِّي فَسَأَلْتًُ اللهَ أَنْ يُحْيِيْهَا فَآمَنَتْ بِي وَرَدَّهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
Dari A’isyah ra. ia berkata :
"Rasulallah bersama-sama kami melaksanakan haji wada’. Saat lewat di Aqabah Hajun bersamaku beliau menangis sedih dan susah, kemudian Beliau turun dan tinggal beberapa lama, kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gambira dan tersenyum, lalu aku katakan kepadanya dan Beliau menjawab "Aku pergi ke makam ibuku, lalu aku minta supaya ALLAH menghidupkannya kemudian ibuku beriman kepadaku dan ALLAH mengembalikannya lagi."
Hadits ini adalah dha‘if menurut Imam as-Suyuthi serta diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam an-Nasikh wa al-Mansukh,[1] meskipun oleh Ibnul Jauzi dikatakan maudhu’.
Al-Ajhuri mengatakan bahwa yang benar hadits masyhur tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulallah adalah termasuk hadits dha‘if dan bukan maudhu’ ataupun shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Syahin, Ibnu Asakir, as-Suhaili dan Ibnu Nashir.[2]
Al-Habib Abdullah Ba-Alawi dalam Is’ad ar-Rafiq syarah kitab Sullam at-Taufiq, mengatakan, “Yang haq (pendapat yang benar untuk di ikuti) sebagaimana yang di tahqiq-kan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain bahwa ayahanda (atau ayah leluhur) Rasulallah tidak ada yang berstatus kafir, hal itu adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan nubuwwah, begitu juga dengan ibunda (atau ibu leluhur) beliau. Seperti halnya leluhur Rasulallah yang semuanya tidak ada yang kafir begitu juga leluhur para Nabi-Nabi lain. Adapun Azar yang di kenal sebagai ayahanda Nabi Ibrahim, sebenarnya adalah bukan ayah tapi paman sebagaimana pendapat para ulama kita.”
Menurut al-Bajuri dan Hasan al-Adawi[3] bahwa hadits tersebut shahih menurut ahli hakikat, sebagaimana tertuang dalam syair-syair mereka :
أَيْقَنْتُ أَنَّ أَبَا النَّبِيِّ وَأُمَّهُ حَتَّى لَهُ شَهِدَا بِصِدْقِ رِسَالَةٍ هَذَا اْلحَدِيْثُ وَمَنْ يَقُوْلُ بِضُعْفِهِ
أَحْيَاهُمَا الرَّبُّ الْكَرِيْمُ اْلبَارِي صِدْقٍ فَتِلْكَ كَرَامَةُ الْمُخْتَارِ فَهُوَ الضَّعِيْفُ عَنِ الْحَقِيْقَةِ عَارِي
>> Aku meyakini bahwa ayah dan ibu Nabi dihidupkan kembali oleh ALLAH Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia.
>> Hingga mereka berdua bersyahadat akan kebenaran risalah yang benar, maka itu adalah suatu kehormatan bagi Rasulallah.
Hadits tentang ini dan yang mengatakan dha‘if adalah orang yang dha‘if sendiri dan tidak tahu hakikat sebenarnya.
Asy-Sya'rani mengatakan, bahwa Imam as-Suyuthi banyak menulis kitab yang berkenaan dengan status orang tua Nabi yang selamat dari siksa Neraka, termasuk satu risalah yang ditulis dalam al-Hawi lil Fatawi. Dan di antara yang menyutujui hadits tersebut (tidak maudhu’ seperti penilaian al-Hafizh Ibnul Jauzi), adalah : al-Khathib al-Baghdadi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Syahin, as-Suhaili, al-Qurthubi, ath-Thabari, Ibnu Munayyir, Ibnu Nashiruddin, Ibnu Sayyid an-Nas dan ash-Shafadi.[4]
Kemudian akhir dari kesimpulan pendapat-pendapat ulama dalam lingkungan Ahlussunah adalah: "orang tua Nabi Muhammad termasuk orang-orang yang selamat dari Neraka", dengan alasan :
1. Hadits di atas dapat diterima, karena meskipun dha‘if secara ilmu riwayat atau musthalah tapi shahih secara kasyf. Adapun penilaian maudhu’ Ibnul Jauzi tidak dibenarkan ulama.
2. Termasuk ahli fatrah (masa kekosongan utusan yang menyampaikan risalah) sebagai mana sabda Allah :
وَمَا كُنّا مُعَذِّبِينَ حَتّى نَبْعَثَ رَسُولاً
“Aku tidak akan menyiksa sampai Aku mengutus seorang Rasul.”
Dan ahlu fatrah tidak akan disiksa dalam Neraka. Hal itulah yang disepakati ulama-ulama Asy’ariyyah baik dari kalangan ahli ushul Syafi’iyyah, Malikiyah dan ulama-ulama ahli fiqh.[5]
3. Semua ayah, ibu dan kakek-kakek Nabi dihukumi iman, tidak kufur sebagaimana dalil Q.S. asy-Syu’ara’: 219 dalam salah satu pentafsiran ulama tafsir :
وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“Nur Muhammad selalu berpindah-pindah dari orang-orang yang ahli sujud.”
dan hadits Nabi (mutawatir) :
لَمْ أَزَلْ أُنْقَلُ مِنَ اْلأَصْلاَبِ الطَّاهِرَاتِ إِلَى اْلأَرْحَامِ الزَّاكِيَاتِ
“Aku selalu dipindah-pindahkan dari tulang rusuk yang suci ke rahim-rahim yang bersih.”[6]
Wallahualam bisoaf