Senin, 20 Maret 2017

bagai mana hukum wanita yang memamerkan fotonya di internet meski menggunakan hijab? ?

بسم ٱلله ٱلرحمن ٱلرحيم



Bagaimana hukumnya seorang wanita yang memajang foto wajahnya di Facebook dan banyak laki-laki yang memuji kecantikannya?
Seorang ustadz menjawab kurang lebih:
Berarti wanita itu berjiwa "pelacur". Wangi parfumnya seorang wanita saja, jika sengaja dipakai agar laki-laki dapat mencium baunya, oleh Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam dikatakan sebagai pelacur, apalagi ini, dengan sengaja menunjukkan kecantikannya untuk dinikmati oleh laki-laki yang bukan mahramnya, dan wanita itupun bertanggung jawab atas setiap dosa yang ia timbulkan bagi laki-laki yang menikmati wajahnya.
==============================
Catatan:
Tidak perlu marah dengan jawaban ustadz tersebut seandainya kita tidak setuju. Merupakan hak ustadz tersebut untuk menyampaikan pendapatnya berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Pertimbangkan baik-baik apakah jawabannya mengandung kebenaran ataukah salah. Apakah yang dikatakan ustadz tersebut benar atau salah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad.)
diantara dampak negatif wanita memajang foto wajah di internet:
- bisa membuat pria yg sengaja maupun tak sengaja melihatnya menjadi tergoda, mengotori hatinya, membuat terbayang siang malam, bahkan bisa menimbulkan niat-niat buruk atau bahkan sampai melakukan kejahatan
Meski seorang wanita menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangannya, kemudian ia memamerkan dirinya di social media maka ini pun tidak bisa menjamin selamatnya orang yang melihat dari fitnah, sebab wajah wanita memiliki daya tarik yang sangat kuat terhadap laki-laki, sehingga, meski seluruh badannya tertutup dengan baik akan tetapi jika wajahnya dibuka dan dipampang di depan pengunjung akun, maka itu bisa menimbulkan fitnah di hati orang yang memandang


Disebabkan orang yang menyaksikan foto itu bisa terfitnah maka tidak dibolehkan memampang foto wajah itu di halaman situs yang bisa diakses oleh para pria yang bukan mahromnya.
- menggoda pria, membuat pria tidak menundukkan pandangan, padahal dalam Al Quran diperintahkan menundukkan pandangan. Jika di dunia nyata, pria tidak akan berani lama-lama menatap wanita, apalagi yang belum dikenalnya. Pria akan malu kalau kelihatan sedang melihat wanita tersebut terus-menerus. Namun foto di internet, para lelaki bisa melihatnya lama-lama tanpa merasa malu, sebab tidak ada orang yang tahu. Dan hal tersebut bisa mendatangkan berbagai dampak negatif baik bagi pria maupun wanita. Sudah seharusnya para wanita menolong para pria dgn cara mencegah terjadinya hal tersebut, yaitu dgn tidak memajang fotonya.
- betapa banyak wanita yg menjadi korban pria jahat berawal dari Facebook, diajak ketemuan, ditipu, diculik, diperkosa, dibunuh, dll, diawali oleh pria tertarik melihat foto sang wanita di FB, sebagaimana sering diberitakan media massa
- foto anda bisa dicopy dan diedit oleh orang2 jahat, dijadikan foto porno, atau digunakan untuk hal2 lain yg merugikan, (misalnya orang membuat suatu akun dgn memakai foto2 anda)
=======================
Ada pertanyaan bagi muslimah yang memajang fotonya di internet, foto itu Anda pajang untuk siapa?
Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan muslim dan muslimah untuk menjaga pandangannya dari lawan jenis yang bukan mahram. Tak sampai di situ Allah pun memerintahkan masing-masing kepada mereka untuk saling menjaga diri.
Ketika mengupload foto Anda di internet maka anda secara tak langsung telah “menandatangani kontrak” bahwa anda membebaskan siapapun bebas untuk memandang Anda tanpa terkecuali. Terus dimana penjagaan Anda terhadap kehormatan Anda dan orang lain?
Wahai para wanita...tahukah anda bahwa:
(1) Semakin banyak pandangan lelaki yang tergiur denganmu (jika sengaja pamer kecantikan/keindahan tubuh dan tampil menggoda) semakin bertumpuk pula dosa-dosamu
(2) Semakin sang lelaki menghayalkanmu...semakin berhasrat denganmu maka semakin bertumpuk pula dosa-dosamu
(3) Janganlah anda menyangka senyumanmu yang kau tebarkan secara sembarangan tidak akan ada pertanggungjawabannya kelak..!!!. Bisa jadi senyumanmu sekejap menjadi bahan lamunan seorang lelaki yang tidak halal bagimu selama berhari-hari.., apalagi keelokan tubuhmu....
(4) Bayangkanlah... betapa bertumpuk dosa-dosa para artis dan penyanyi yang aurotnya diumbar di hadapan ribuan...bahkan jutaan para lelaki??
(5) Jika anda menjaga kecantikanmu dan kemolekan tubuhmu hanya untuk suamimu...maka anda kelak akan semakin cantik dan semakin molek di surga Allah...,
(6) Akan tetapi jika anda umbar kecantikanmu dan kemolekanmu maka ingatlah itu semua akan sirna dan akan lebur di dalam liang lahad menjadi santapan cacing dan ulat...dan di akhirat kelak...bisa jadi berubah menjadi bahan bakar neraka jahannam!!

Selasa, 14 Maret 2017

Orang tua rosululloh Di neraka atau di surga

KEIMANAN ORANG TUA RASULULLAH SAW (BAGIAN 1)

Firman ALLAH SWT :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”

Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
(ini jawaban paling aman).

Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah :

"Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku?"

Rasulullah menjawab : "Dia di neraka."

Maka ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya seraya berkata :

"Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka."

Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh :

“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”

Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW, "Dimana ayahku?"

Rasulullah SAW menjawab :

"Dia di neraka."

Si A’robi pun bertanya kembali :

"Dimana AyahMu?"

Rasulullah pun menawab :

"Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka."

Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.

Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.

Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :

لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ

"Demi ALLAH, bagaimana keadaan orang tuaku?"

Kemudian turun ayat yang berbunyi :

{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }

"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka."

Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

"Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)."
(Q.S. Albaqarah : 40)

Sampai ayat 129 :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).

Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman ALLAH SWT :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang Rasul.”

Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul).
Berarti keduanya dinyatakan selamat.

Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :

Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ . وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagian ulama’ mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.

Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuh dan juga pamannya.

Hadits Nabi SAW :

قال رسول الله : (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))

"Aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula."

Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an.

ALLAH SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis."

Nama ayah Nabi adalah Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada ALLAH bukan penyembah berhala.

Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab "Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.

Salah satu syubhat yang ditujukan kepada kaum Ahlussunnah adalah tentang apakah kedua orang tua Rasulallah muslim. Menurut mereka, tidak ada dasar hadits yang dapat dipertanggung jawabkan, termasuk salah satunya adalah hadits :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: حَجَّ بِنَا رَسُوْلُ اللهِ حَجَّةَ الْوَدَاعِ فَمَرَّ بِي عَلَى عَقَبَةِ الْحَجُوْنِ وَهُوَ بَاكٍ حَزِيْنٌ مُغْتَمٌّ فَنَزَلَ فَمَكَثَ عَنِّي طَوِيْلاً ثُمَّ عَادَ إِلَيَّ وَهُوَ فَرِحٌ فَتَبَسَّمَ فَقُلْتُ لَهُ فَقَالَ: ذَهَبْتُ إِلَى قَبْرِ أُمِّي فَسَأَلْتًُ اللهَ أَنْ يُحْيِيْهَا فَآمَنَتْ بِي وَرَدَّهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

Dari A’isyah ra. ia berkata :

"Rasulallah bersama-sama kami melaksanakan haji wada’. Saat lewat di Aqabah Hajun bersamaku beliau menangis sedih dan susah, kemudian Beliau turun dan tinggal beberapa lama, kemudian kembali kepadaku dalam keadaan gambira dan tersenyum, lalu aku katakan kepadanya dan Beliau menjawab "Aku pergi ke makam ibuku, lalu aku minta supaya ALLAH menghidupkannya kemudian ibuku beriman kepadaku dan ALLAH mengembalikannya lagi."

Hadits ini adalah dha‘if menurut Imam as-Suyuthi serta diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam an-Nasikh wa al-Mansukh,[1] meskipun oleh Ibnul Jauzi dikatakan maudhu’.

Al-Ajhuri mengatakan bahwa yang benar hadits masyhur tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Rasulallah adalah termasuk hadits dha‘if dan bukan maudhu’ ataupun shahih, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Syahin, Ibnu Asakir, as-Suhaili dan Ibnu Nashir.[2]

Al-Habib Abdullah Ba-Alawi dalam Is’ad ar-Rafiq syarah kitab Sullam at-Taufiq, mengatakan, “Yang haq (pendapat yang benar untuk di ikuti) sebagaimana yang di tahqiq-kan oleh Imam Fakhruddin ar-Razi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain bahwa ayahanda (atau ayah leluhur) Rasulallah tidak ada yang berstatus kafir, hal itu adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap kedudukan nubuwwah, begitu juga dengan ibunda (atau ibu leluhur) beliau. Seperti halnya leluhur Rasulallah yang semuanya tidak ada yang kafir begitu juga leluhur para Nabi-Nabi lain. Adapun Azar yang di kenal sebagai ayahanda Nabi Ibrahim, sebenarnya  adalah bukan ayah tapi paman sebagaimana pendapat para ulama kita.”

Menurut al-Bajuri dan Hasan al-Adawi[3] bahwa hadits tersebut shahih menurut ahli hakikat, sebagaimana tertuang dalam syair-syair mereka :

أَيْقَنْتُ أَنَّ أَبَا النَّبِيِّ وَأُمَّهُ حَتَّى لَهُ شَهِدَا بِصِدْقِ رِسَالَةٍ هَذَا اْلحَدِيْثُ وَمَنْ يَقُوْلُ بِضُعْفِهِ

أَحْيَاهُمَا الرَّبُّ الْكَرِيْمُ اْلبَارِي صِدْقٍ فَتِلْكَ كَرَامَةُ الْمُخْتَارِ فَهُوَ الضَّعِيْفُ عَنِ الْحَقِيْقَةِ عَارِي

>> Aku meyakini bahwa ayah dan ibu Nabi dihidupkan kembali oleh ALLAH Yang Maha Pencipta dan Maha Mulia.

>> Hingga mereka berdua bersyahadat akan kebenaran risalah yang benar, maka itu adalah suatu kehormatan bagi Rasulallah.
Hadits tentang ini dan yang mengatakan dha‘if adalah orang yang dha‘if sendiri dan tidak tahu hakikat sebenarnya.

Asy-Sya'rani mengatakan, bahwa Imam as-Suyuthi banyak menulis kitab yang berkenaan dengan status orang tua Nabi yang selamat dari siksa Neraka, termasuk satu risalah yang ditulis dalam al-Hawi lil Fatawi. Dan di antara yang menyutujui hadits tersebut (tidak maudhu’ seperti penilaian al-Hafizh Ibnul Jauzi), adalah : al-Khathib al-Baghdadi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu Syahin, as-Suhaili, al-Qurthubi, ath-Thabari, Ibnu Munayyir, Ibnu Nashiruddin, Ibnu Sayyid an-Nas dan ash-Shafadi.[4]

Kemudian akhir dari kesimpulan pendapat-pendapat ulama dalam lingkungan Ahlussunah adalah: "orang tua Nabi Muhammad termasuk orang-orang yang selamat dari Neraka", dengan alasan :

1. Hadits di atas  dapat diterima, karena meskipun dha‘if secara ilmu riwayat atau musthalah tapi shahih secara kasyf. Adapun penilaian maudhu’ Ibnul Jauzi tidak dibenarkan ulama.

2. Termasuk ahli fatrah (masa kekosongan utusan yang menyampaikan risalah) sebagai mana sabda Allah :

وَمَا كُنّا مُعَذِّبِينَ حَتّى نَبْعَثَ رَسُولاً

“Aku tidak akan menyiksa sampai Aku mengutus seorang Rasul.”

Dan ahlu fatrah tidak akan disiksa dalam Neraka. Hal itulah yang disepakati ulama-ulama Asy’ariyyah baik dari kalangan ahli ushul Syafi’iyyah, Malikiyah dan ulama-ulama ahli fiqh.[5]

3. Semua ayah, ibu dan kakek-kakek Nabi dihukumi iman, tidak kufur sebagaimana dalil Q.S. asy-Syu’ara’: 219 dalam salah satu pentafsiran ulama tafsir :

وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

“Nur Muhammad selalu berpindah-pindah dari orang-orang yang ahli sujud.”

dan hadits Nabi (mutawatir) :

لَمْ أَزَلْ أُنْقَلُ مِنَ اْلأَصْلاَبِ الطَّاهِرَاتِ إِلَى اْلأَرْحَامِ الزَّاكِيَاتِ

“Aku selalu dipindah-pindahkan dari tulang rusuk yang suci ke rahim-rahim yang bersih.”[6]

Wallahualam bisoaf

Senin, 06 Maret 2017

Surat cinta untuk muslimah yang berhijrah

[ Surat Cinta Untuk Muslimah yang Sedang Berhijrah ]
.
Ukhti, hijrah itu bukan hanya sekadar berubahnya pakaian menjadi lebar2 (syar'i), atau baju yang serba gelap.
Semoga ingat, gamis itu bisa dibeli.
.
Ukhti, hijrah itu juga ketika kita lebih mendahulukan Allah daripada makhluk. Lebih mengutamakan shalat daripada syura' dan rapat organisasi.
.
Hijrah itu juga meliputi perubahan akhlak dan tutur kata yang semakin santun. Tak ada ada hujatan dan celaan lagi dari lisan dan ketikan tangan.
.
Ukhti, hijrah itu juga tentang perubahan menerima nasihat, kita tak lagi mengatakan orang yang menasihatimu dengan 'siapa sih lu ceramahin gue?'
'Ini bukan urusanmu!'
.
Sejujurnya aku kagum pada mereka yang mudah menerima nasihat. Karena aku tau mengalahkan ego keakuan itu begitu berat.
.
Ukhti, hijrah itu juga semakin seringnya engkau mencintai ilmu, orang yang berilmu dan majelis ilmu. Engkau merindukan mereka, meski diri belum berilmu.
.
Ukhti, hijrah itu tentang berubahnya diri ke arah kebaikan dan keridhaan Allah.
.
Ukhti, mungkin memang hal di atas terlalu banyak, tapi tidak terlalu sulit untuk dilalui dengan bantuan Allah.
.
Ukhti, aku tak mengatakan jalan ini jalan yang mulus. Tapi bersama Allah segalanya akan terasa mudah.
.
Untuk itu ukhti, mintalah kemudahan jalan hijrahmu itu pada Rabbmu..
.
Ukhti, luruskanlah niatmu selalu. Jangan gunakan niat yang rapuh. Kalau niat rapuh, akan mudah engkau tumbang oleh perkataan mereka. Namun jika niatmu melangit karena Allah, tak kan terhempas diri hanya karena celaan orang yang belum berilmu.
.
Dan juga ukhti, milikilah teman yang menguatkanmu dan mau menasihatimu, agar jalan hijrah terasa lebih mudah.
.
Satu hal yang harus kita ingat, bahwa akhir yang indah itu bukan tentang kesempurnaan hijrah kita. Tapi berkenaan kita mati di jalan yang lurus ini, istiqamah di jalan ini. Akhir yang indah itu husnul khatimah di jalan ini.
.
Akhir kalam, semoga hijrah kita liLLah, untuk Allah. Bukan untuk makhluk.
Semoga keridhaan Allah tetap menjadi tujuan kita.
Dan semoga Allah berkenan menjadikan kita penghuni surga-Nya.
.
23 Jumadil Uula
Dengan sepenuh cinta,

FP TRENZ MUSLIM MASAKINI

 

About

trimakasih atas kunjungan anda semoga bermanfaat

Text

Risalah sufy Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers